60 Ribu Koperasi tidak aktif

http://www.koperasiukm-sulsel.info/assets/news/472kemenkop.jpg
…..”Terima kasih Bapak Prabowo, mungkin bapak salah baca atau salah dengar, semua tahu koperasi adalah soko guru ekonomi. Tidak mungkin Jokowi ngomong itu,”…..

Sengaja saya kutip ulang penggalan sanggahan Presdien Joko Widodo (Jokowi) saat masih berstatus calon presiden pada “Debat Capres’ yang disiarkan stasiun televise, 6 Juli 2014. Khalayak gerakan koperasi mungkin masih ingat dengan fragmen tanya jawab itu, yaitu saat calon presiden Prabowo Subianto, melalui informasi yang didapat, menyebut Jokowi menganggap koperasi tak diperlukan.

Dalam kampanye dihadapan sejulah nelayan Indramayu, 17 Juni 2014, Jokowi memang “meragukan” kapasitas koperasi yang dianggapnya tidak cukup membantu para nelayan dan petani dalam hal permodalan. Jokowi menemui fakta, tak sedikit bantuan permodalan untuk koperasi hanya dinikmati kalangan pengurus. Di situ titik kritik Jokowi berawal. Dan bukan benar-benar akan menegaskan peran koperasi.

Untuk yang satu ini, ikhwal pengurus koperasi yang keblinger, memang bukan rahasia lagi. Itu seperti apa yang lebih satu decade sila di umpamakan pakar koperasi (Alm) Ibnoe Sudjono sebagai “koperasi merpati”. Setelah jagung ditebar merpati berkerumun, begitu makanan habis dan lambung kenyang terbanglah merpati.
Jokowi tidak sepenuhnya keliru, dengan menyodorkan fenomena bantuan koperasi yang diselewengkan oknum pengurusnya. Tapi dia juga tidak sepenuhnya tepat manakala menyarankan agar bantuan permodalan untuk petani dan nelayan diserahkan langsung ke petani dan nelayan yang jadi target. Langkah ini tidak mendidik untuk jangka panjang.

“Cooperatives is education…” demikian Bapak Koperasi Indonesia Mohammad Hatta pernah berujar. Nelayan dan petani yang bergabung dalam koperasi sejatinya adalah individu yang berhasrat mendidik diri sendiri secara kolektif untuk menjadi pintar mengatasi persoalan ekonomi, social dan kulturalnya. Alhasil, meniadakan peran koperasi sama saja artinya dengan mencerabut kesempatan petani dan nelayan untuk menjadi warga negara terdidik yang tidak gampang dibodohi. Saya condong agar Jokowi mengevaluasi fungsi dan peran menteri koperasinya. Tidak  seperti  seperti  yang sudah-sudah. Termasuk didalamnya adalah menjauhkan kementerian koperasi dari aktivitas politik. Koperasi dalam sejarahnya di negeri ini terbukti sangant rentan dipolitisi.

Tak mengagetkan denga apa yang pernah disampaikan Menteri Koperasi dan UKM Syarifudin Hassan beberapa pecan menjelang berakhirnya masa jabatannya sempat mengemukakan niatnya untuk mengevaluasi lebih dari 60 ribu koperasi tidak aktif dari lebih 200 ribu koperasi di Indonesia. Agak naïf memang, mengevaluasi (antara pilihan merevitalisasi dan membubarkan) data manakala jumlah koperasi yang bermasalah sudah mencapai 60 ribu. Apa saja yang dilakukan selama ini?

Seorang peneliti perkoperasian malah merilis anga lebih mengejutkan : 70 persen koperasi kita mati suri. Sekitar sepuluh ribu saja yang sehat.  Tak perlu malu mengakuinya. Mungkin era Jokowi bisa dipertegas lagi. Sehingga “Revolusi Mental” juga bisa mengimbas ke gerakan koperasi. Siapa Tahun. (Priono). 
Sumber : Majalah Warta Koperasi Edisi 260/ Nopember 2014.

0 komentar: